Landasan Pengembangan Subtes

Dasar Pemilihan Domain CHC dan Penentuan Jenis Subtes

AJT CogTest dikembangkan dengan tujuan untuk mengukur kapasitas kognitif individu usia dengan rentang usia anak-remaja. AJT dikembangkan berdasarkan Teori Cattell–Horn–Carroll (CHC) yang merupakan teori inteligensi yang paling komprehensif karena memadukan dan mengombinasikan berbagai kemampuan terkait kapasitas kognitif individu. Di sisi lain, CHC merupakan teori yang kontemporer karena selalu mengalami perubahan mengikuti hasil-hasil penelitian terbaru.

Fluid reasoning (Gf). Penalaran fluid didefinisikan sebagai kontrol perhatian yang sengaja dan fleksibel untuk memecahkan masalah baru yang tidak dapat dilakukan dengan mengandalkan secara eksklusif pada kebiasaan, skema, dan skrip yang sebelumnya dipelajari” (Schneider & McGrew, 2012). Dengan kata lain, kemampuan ini dipakai untuk memecahkan masalah baru yang tidak dapat dipecahkan dengan bantuan pengetahuan atau skema sebelumnya. Fluid reasoning diyakini sebagai kemampuan bawaan yang setiap orang terlahir yang bukan hasil belajarnya. Ada tiga narrow ability yang menjadi bagian dari kemampuan ini yaitu Induction (I), General Sequential Reasoning (RG), dan Quantitative Reasoning (RQ).

Induksi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengamati suatu fenomena dan menemukan prinsip atau peraturan yang menentukan tingkah lakunya. Penalaran general sequential didefinisikan sebagai kemampuan untuk berpikir secara logis dengan menggunakan premis dan prinsip yang diketahui. Penalaran ini dikenal dengan penalaran deduktif. penalaran kuantitatif didefinisikan sebagai kemampuan menalar baik dengan cara induksi atau deduksi terhadap stimulus berupa angka, hubungan matematis, maupun simbol matematika. Pada beberapa tes inteligensi, fluid reasoning selalu diukur misalnya dalam Culture Fair Intelligence Test (CFIT) atau Raven Progressive Matrices (RPM). Baru-baru ini, penalaran tercatat diukur dalam beberapa baterai intelijen seperti WISC-IV, WAIS-IV, WPPSI-III, K-ABC-II, WJ-III, dan DAS-II.

Terkait dengan gangguan mental, fluid reasoning ditemukan sebagai salah satu prediktor pada beberapa gangguan. Penggunaan tes inteligensi pada anak dengan gangguan bahasa menunjukkan bahwa kelainan bahasa biasanya terkait dengan skor kemampuan kognitif yang rendah pada fluid reasoning (Abu-Hamour, Hmouz, Mattar, & Muhaidat, 2012). Gf juga ditemukan terkait dengan gangguan matematika (Floyd, Shaver, & McGrew, 2003). Hubungan moderat dengan kuat yang konsisten antara fluid reasoning dengan tes matematika menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan penalaran domain-umum berpengaruh kuat terhadap prestasi matematika (Floyd et al, 2003). Kelainan lain yang terkait dengan kemampuan ini adalah kecacatan bahasa tertulis (Abu-Hamour et al., 2012), Retardasi mental dan ADHD (Ford, Keith, Floyd, Fields, & Schrank, 2003). Di sisi lain, fluid reasoning yang tinggi ditemukan lebih tinggi pada anak-anak berbakat daripada anak-anak yang biasanya berkembang (Abu-hamour, Hmouz, Mattar, & Muhaidat, 2012).

Pemahaman dan Pengetahuan (Gc). Pemahaman dan pengetahuan (comprehension-knowledge) didefinisikan sebagai kedalaman dan keluasan pengetahuan dan keterampilan yang dihargai oleh budaya seseorang” ((Schneider & McGrew, 2012b). Bertentangan dengan fluid reasoning, Pemahaman dan pengetahuan lebih terkait dengan hasil belajar sehingga tidak bebas dengan pengaruh budaya. Pemahaman dan pengetahuan secara teoritis memiliki domain yang lebih luas daripada yang diukur oleh baterai tes kognitif yang ada. Hal ini dikarenakan luasnya bidang cakupan dari broad ability (broad ability) ini. Dibandingkan kemampuan kognitif lainnya, Pemahaman dan pengetahuan relatif lebih mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengalaman, pendidikan, dan peluang budaya. Sebelumnya kemampuan ini disebut kecerdasan yang terkristal. Setelah beberapa narrow ability dikeluarkan dari kemampuan Pemahaman dan pengetahuan maka kemampuan ini disebut dengan kemampuan dalam hal pengetahuan pemahaman. Saat ini ada enam narrow ability yang didukung dengan baik di Gc: Informasi verbal umum (K0), pengembangan bahasa (LD), pengetahuan leksikal (VL), kemampuan pendengaran (LS), kemampuan komunikasi (CM), dan sensitivitas gramatikal (MY).

Dalam hubungannya dengan keterampilan akademik, domain pemahaman dan pengetahuan memegang peranan penting dalam keterampilan membaca, keterampilan matematika dan keterampilan menulis (McGrew & Wendling, 2010). Pemahaman dan pengetahuan juga ditemukan menjadi salah satu prediktor di retardasi mental, autisme & ADHD. Berdasarkan nilai pentingnya pemahaman dan pengetahuan maka kemampuan ini dilibatkan dalam pengukuran Gc dalam AJT CogTest karena temuan dalam penelitian tersebut dilakukan sebelumnya, dengan narrow ability yang diukur adalah VL dan LD dimana mereka adalah narrow ability yang diukur dalam kebanyakan baterai intelijen utama yang digunakan dalam penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. .

Memori. Working Memory (working memory/Gwm) adalah kemampuan dalam melakukan kemampuan penyimpanan ingatan. Secara umum sebagian besar tes kecerdasan melibatkan pengukuran terhadap fungsi memori sejak penelitian terdahulu telah mengemukakan peran prediktif rentang memori pada kemampuan intelektual individu. Hal ini dipertanyakan oleh peneliti-peneliti yang berpendapat bahwa sebagian besar domain rentang memori (memomy span) tidak terkait dengan kecerdasan. Misalnya ada beberapa kegiatan penalaran yang tidak kontribusi dari Working Memory, memori jangka pendek verbal, memori jangka pendek visuo-spasial  (Kane et al., 2004) memori jangka panjang, aktivitas pengambilan kembali selama recall, dan memori leksikal (Tehan & Lalor, 2000). Kane et al. (2004) juga menjelaskan bahwa kinerja individu dalam tugas rentang memori lebih mungkin dipengaruhi oleh fungsi eksekutif daripada proses penyimpanan. Tidak mengejutkan, pada pertengahan tahun 90an dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa Working Memory adalah fitur terbaik sejauh ini dalam mengidentifikasi kemampuan kecerdasan (Maricle, Miller, & Mortimer, 2013). Peneliti menyarankan agar kemampuan Working Memory harus diukur dengan memperhatikan kemampuan intelektual individu. Peneliti menyarankan bahwa memori adalah konstruksi yang berorientasi (a more processing oriented construct) dan mendefinisikan sebagai ruang kerja di dalam pikiran dimana pemrosesan aktif dan penyimpanan memori sementara informasi terjadi. Pada titik ini, peneliti menyarankan bahwa ingatan adalah proses kognitif aktif yang melibatkan informasi yang tersimpan sementara.

Working Memory (working memory/Gwm) adalah kemampuan untuk mengodekan, memelihara, dan memanipulasi informasi dalam kesadaran langsung seseorang (Schneider & McGrew, 2012a). Pada titik ini, individu mampu menangkap dan menggunakan informasi tertentu yang saat ini diperhatikan dalam waktu singkat. Ada dua narrow ability yang diukur dalam Gwm yaitu Memory Span (MS) dan Working Memory (WM). MS didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyandikan informasi, mempertahankannya dalam memori utama dan segera mereproduksi informasi dalam urutan yang sama dengan yang diwakili.  WM mengacu pada kemampuan untuk mengelola dan mengendalikan perhatian, memanipulasi, mengintegrasikan, dan mentransformasikan informasi dalam memori utama, serta untuk menghindari rangsangan yang mengganggu dan mengendalikan pencarian informasi dalam memori sekunder / memori jangka panjang

Schneider dan McGrew (2012) menggunakan istilah memori primer untuk merujuk pada memori jangka pendek, dan memori sekunder merujuk ke memori jangka panjang. MS menekankan pada kemampuan untuk mempertahankan dan menggunakan informasi dalam memori primer. Selain itu, dalam hal WM, meskipun beberapa literatur (misalnya, Dehn, 2011) mengungkapkan bahwa Working Memory dan memori jangka pendek adalah konstruksi yang berbeda. Working Memory diklasifikasikan sebagai subtipe ingatan jangka pendek dalam teori CHC. Konsep ini menekankan pada definisi mengenai seperangkat operasi kognitif pada informasi yang berupa menyimpan, melaksanakan, dan mengubah informasi serta mengelola dan menghindari distraksi.

Di alat tes WJ-III COG, Working Memory dapat menjelaskan profil kemampuan ingatan jangka pendek pada anak-anak penyandang cacat, termasuk ADHD, Asperger, Autistic, Pervasive Developmental Disorder, gangguan intelektual ringan, paparan prenatal terhadap toksin, gangguan genetika, gangguan membaca, gangguan ekspresi tulis, gangguan matematika, gangguan bahasa ekspresif, gangguan spektrum depresif, anxiety spectrum disorder, dan cedera di kepala (Woodcock & Miller, 2012). Mengingat kecacatan ini mungkin terkait dengan kemampuan memori sehingga komponen ini dalam tes kecerdasan perlu dilibatkan. Karena kemampuan WM dan MS mungkin memiliki peran prediktif untuk menilai kemampuan kecerdasan individu (Maricle, dkk., 2012) maka kedua kemampuan ini dilibatkan dalam AJT CogTest.

Memori jangka panjang. Memori jangka panjang (Glr) adalah kemampuan untuk menyimpan, mengonsolidasikan, dan mengambil informasi selama periode waktu tertentu, diukur dalam hitungan menit, jam, hari, dan tahun’ (Schneider & McGrew, 2012). Efisiensi belajar dan kelancaran pengambilan keputusan adalah komponen penting dalam kemampuan ini, yang tidak dapat diabaikan dalam menilai kemampuan intelektual dan kreativitas (Schneider & McGrew, 2012). Broad ability (broad ability) ini memiliki 12 narrow ability yang didukung dengan baik. Tidak semua tes inteligensi mengukur kemampuan ini. Hanya ada beberapa tes yang tercatat misalnya WJ-III, K-ABC-II, dan DAS-II.

Menurut Dehn (2011), beberapa studi yang menggunakan tes terstandard untuk meneliti keabsahan tes kecerdasan berbasis CHC telah menunjukkan bahwa komponen kemampuan ini (efisiensi belajar, kelancaran kognitif dan delayed recall) telah disertakan dalam menemukan profil klinis dan akademis anak-anak penyandang cacat, termasuk anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, ADHD, atau ketidakmampuan membaca. Selain itu, komponen Working Memory – loop fonologis, sketsa ruang visual, dan fungsi eksekutif – anak-anak dengan gangguan disgraphia memerlukan penilaian untuk mengungkap potensi memori dan kecacatan mereka karena komponen memiliki peran dalam keterampilan pencarian kata dan memvisualisasikan bentuk kata. Berdasarkan informasi ini kemampuan ini dilibatkan dalam AJT CogTest. Berikut ini beberapa alasannya adalah sebagai berikut.

  1. Informasi terhadap kemampuan ini akan membantu praktisi untuk mengidentifikasi seberapa efisien individu belajar untuk menangkap, menyimpan, menyandikan, mengingat, dan melaksanakan informasi tertentu dalam jangka waktu yang lama serta seberapa lancar mereka dalam menghasilkan gagasan atau wawasan baru yang berasal dari pemrosesan kognitif dalam jangka panjang. penyimpanan jangka panjang
  2. Beberapa narrow ability bagian dari kemampuan ini (MA, MM, FI, NA) dilibatkan dalam tes kecerdasan kontemporer termasuk CO-WJ-III, K-ABC II, DAS-II.
  3. Keempat narrow ability dari kemampuan ini (MA, FI, dan NA) disertakan di dalam pengembangan AJT CogTest karena diasumsikan memiliki hubungan dengan penyandang cacat, sementara. Schneider dan McGrew (2012) merekomendasikan kemampuan MM yang sempit karena memiliki nilai diagnostik yang jelas. Selanjutnya, dua komponen dalam kemampuan ini (efisiensi belajar dan kelancaran pengambilan informasi) dapat menjadi indikator untuk menilai proses belajar individu dan kelancaran pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kinerja akademis anak-anak.

Kecepatan Memproses. Kecepatan memproses ​​(Gs) didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan tugas kognitif sederhana dan berulang dengan cepat dan lancar (Schneider & McGrew, 2012). Kemampuan ini memainkan peran sekunder (dibandingkan dengan Gf dan Gc) ketika digunakan untuk memprediksi kinerja selama fase belajar berdasarkan keterampilan yang dimiliki sebelumnya. Kail (2000) mengemukakan bahwa perubahan perkembangan dalam kecepatan pemrosesan dapat dikaitkan dengan perkembangan dan fungsi neurologis. Kecepatan pemrosesan semakin cepat saat anak bertambah tua karena proses mielinisasi. Selain itu, individu dengan kelainan neurologis seringkali memiliki kecepatan pemrosesan yang lebih lambat. Studi menemukan bahwa peningkatan usia terkait dalam kecepatan dalam 7 – 19 tahun berhubungan positif dengan peningkatan Working Memory, yang pada gilirannya terkait dengan skor yang lebih tinggi dalam tes kecerdasan fluida (Kail, 2000). Penelitian lain menemukan efek gender pada kemampuan ini (Camarata & Woodcock, 2006). Wanita memiliki kemampuan mengerjakan tugas lebih cepat dibanding pria. Di sisi lain, dapat dipertimbangkan juga bahwa Gs berkaitan dengan efek pelatihan. Kemampuan pada kecepatan tergantung pada seberapa banyak individu yang dilatih. Usia dan pendidikan juga terbukti berpengaruh signifikan terhadap kecepatan pemrosesan.

Studi terbaru menunjukkan bahwa Perceptual Speed dapat dibagi menjadi empat sub-kemampuan spesifik, yaitu: (1) Pattern Recognition (Ppr) yaitu kemampuan mengenali pola visual sederhana dengan cepat. (2) Scanning  (PPS) yaitu kemampuan untuk mempertimbangkan, membandingkan, dan melihat rangsangan visual. (3) Memori (Pm) yaitu kemampuan untuk melakukan tugas kecepatan perseptual visual yang melengkapi performansi pada Gsm. (4) Kompleks (Pc) yaitu kemampuan untuk melakukan tugas pengenalan terhadap pola visual yang membutuhkan kondisi kognitif tambahan.

Kecepatan memproses ditemukan dapat memprediksi tingkat gangguan ADHD (Woodcock & Miller, 2012), Autism (Kenworthy, Roberson, Alex, & Wallace, 2012), Asperger’s, Pervasive Developmental Disorder, Congenital/Genetic Disorders, Reading Disorder, Disorders of Written Expression, Mathematics Disorder, Depressive Spectrum Disorders, Anxiety Spectrum Disorders, Moderate and Severe Close-Head Injury (Woodcock & Miller, 2012).

Proses Visual. Proses visual (Gv) didefinisikan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan gambaran mental simulasi” (Schneider & McGrew, 2012). Gv adalah kemampuan bahwa kita harus memahami rangsangan visual dan menggunakan informasi tersebut untuk memecahkan masalah. Proses visual dicatat untuk diukur dalam beberapa baterai intelijen seperti WJ-III, WAIS-IV, WISC-IV, WPPSI-III, SB-V, NEPSY, K-ABC-II, dan DAS-II dengan narrow ability untuk menjadi yang diukur adalah Vz, MV, SS, CS, CF (Schneider & McGrew, 2005). SR juga awalnya diukur bersamaan dengan pengukuran Vz, namun McGrew (2011) menyimpulkan bahwa pengukuran Vz dan SR pada baterai besar sebenarnya adalah ukuran Vz. Di antara 11 narrow ability yang termasuk dalam kemampuan Gv yang luas, ada empat NA yaitu Perceptual Illusions (IL), Perceptual Alternations (PN), Serial Perceptual Integration (PI), Length estimation (LE) yang tidak ditemukan di semua baterai kognitif. pengukuran.

Gv adalah salah satu prediktor keterampilan membaca yang kuat pada anak-anak dengan kesulitan membaca karena Gv terkait dengan pemrosesan ortografi (pemrosesan huruf, kata dan angka). Sebuah studi oleh Elliot (Niileksela, 2012) menunjukkan bahwa anak-anak dengan kesulitan membaca memiliki proses kognitif yang berbeda daripada orang yang tidak memiliki kesulitan membaca. Penelitian yang menggunakan tes DAS-II menemukan bahwa biasanya anak-anak yang berkembang dalam hal Gc, Gsm, Ga, dan Gf memiliki keterampilan membaca dasar yang optimal. Di sisi lain, aspek kognitif untuk anak-anak dengan kesulitan membaca dipengaruhi oleh Ga, Gv, Glr , dan Gs (Niileksela, 2012).

Menurut McGrew dan Wendling (2010) yang melakukan evaluasi teori CHC pada baterai tes inteligensi populer menemukan hubungan yang lemah antara kemampuan Gv dalam dengan gangguan matematika. Temuan ini dapat dikarenakan jenis tugas untuk mengukur kemampuan Gv yang merupakan komponen penting dalam mengukur gangguan matematika, banyak tidak dilibatkan dalam tes kecerdasan saat ini. Misalnya, McGrew dan Wendling (2010) melaporkan bahwa beberapa bukti mengenai pentingnya beberapa kemampuan spesifik di dalam Gv (misalnya Visualisasi-Vz; Citra-IM) dalam matematika, terutama pencapaian kemampuan matematika di tingkat yang lebih tinggi (geometri, trigonometri, kalkulus, dll. ) tapi aspek ini tidak terwakili dalam tes kecerdasan.

Korelasi antara Visual Processing atau Gv dengan keterampilan matematika juga ditunjukkan dalam sebuah studi dengan alasan bahwa visual processing berkontribusi pada tahap awal pengembangan keterampilan matematika (Taub, Floyd, Keith, & Mcgrew, 2008). Isu ini menunjukkan bahwa memahami pola visual angka akan membantu anak mengembangkan keterampilan matematika dasar mereka seperti membedakan pola angka yang sama antara angka 6 dan 9 atau 3 dan 8. Kemampuan ini terkait dengan kemampuan visualisasi untuk mengidentifikasi objek saat diputar dan juga persepsi Gestalt. Misalnya, ketika anak-anak dapat mengidentifikasi objek dari rangsangan visual yang sebagian tidak jelas namun jika dilihat secara seksama itu merupakan gambar suatu objek dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, korelasi antara Gv dengan pengembangan keterampilan matematika sangat tinggi. Mengenai hubungan antara Gv dan kemampuan menulis, hanya sedikit studi terbaru yang menemukan korelasi antara kedua variabel tersebut (Niileksela, 2012). Studi tersebut menunjukkan bahwa mungkin ada defisit kemampuan Gv individu dengan cacat menulis, khususnya pada kemampuan memori visual. Niileksela (2012) menunjukkan bahwa anak-anak dengan ketidakmampuan belajar spesifik dalam membaca dan menulis memiliki hasil yang berbeda pada subset dari Recall of Designs pada tes DAS-II di mana peserta ujian diminta untuk menciptakan sebuah desain pada mereka sendiri setelah mengekspos mereka ke desain aslinya. Temuan ini menunjukkan bahwa pengolahan ortografi sebagai keterampilan visual dalam bentuk memori visual dapat berperan dalam kesulitan menulis. Selain itu, Niileksela (2012) juga berpendapat bahwa pengolahan visual dan keterampilan motorik juga memiliki keterkaitan yang tinggi.

Mengingat hubungan Visual Processing atau Gv dengan beberapa ketidakmampuan belajar yang dijelaskan di atas, pengembang AJT CogTest menyimpulkan bahwa Gv adalah kemampuan penting untuk diukur dalam tes. Narrow ability yang dianggap penting untuk dinilai dalam tes kecerdasan tes kecerdasan AJT seperti yang ditunjukkan di atas berdasarkan temuan penelitiannya adalah: Vz, MV, dan IM. Jenis tugas dari setiap narrow ability yang diukur harus dikaitkan dengan aspek visual dari kemampuan akademis. Narrow ability yang dipilih diharapkan bisa menggambarkan hubungan antara pengolahan visual dengan keterampilan akademis tertentu untuk anak-anak di usia 4 sampai 19 tahun.

Proses Auditori. Proses auditori (auditory processing/Ga) adalah menyiratkan efisiensi persepsi umum dalam pemrosesan pendengaran. Kemampuan ini juga menunjukkan kapasitas individu dalam belajar bahasa dan kemampuan. Abu-Hamour et.al (2012) pada ulasannya menyebutkan bahwa proses pendengaran berhubungan dengan gangguan membaca. Gangguan baca ditandai dengan pencapaian bacaan (yaitu, akurasi, kecepatan, atau pemahaman) yang berada di bawah harapan. Studi tentang Mockler (2003, di Abu Hamour et.al 2012) dengan penggunaan WJ-III dengan gangguan membaca menunjukkan bahwa ada kontribusi signifikan terhadap kesadaran fonologis dan penandaan otomatis dengan prediksi prestasi membaca.

Menurut Gregg dan kawan-kawan (2005), penelitian telah mendokumentasikan bahwa mayoritas anak-anak dan orang dewasa dengan gangguan disleksia memiliki defisit yang signifikan di bidang fonologi dan atau ortografi yang menghambat kemampuan membaca dan mengeja. Anak-anak atau orang dewasa dengan skor rendah pada kelompok kemampuan pengolahan auditori (misalnya sound blending, auditory attention) dan cluster kesadaran phonemik (sound blending, incomplete words) memiliki kesulitan yang signifikan dalam pengodean informasi dan ejaan.

Tabel 4.  Spesifikasi AJT CogTest

No Broad Abilities Narrow abilities
1. Fluid Reasoning (Gf) Induction (I)
General sequential reasoning (RG):
Quantitative reasoning (RQ)
2 Comprehension-Knowledge (Gc) General Verbal Information (VL)
Language Development (LD)
3. Working Memory (Gwm) Memory Span (MS)
Working Memory (WM)
4. Long-Term Storage & Retrieval (Glr) Associative Memory (MA)
Ideational Fluency (FI)
Naming Facility (NA)
Meaningful Memory (MM)
5. Processing Speed (Gs) Perceptual Speed (P)
Rate-of-Test-Taking (R9)
6. Visual Processing (Gv) Visualization (Vz)
Visual Memory (MW)
Imagery (IM)
7. Auditory Processing (Ga) Sound Pattern (UM)
Speech sound discrimination (US)
Resistance to auditory stimulus distortion (UR)

 

 

Bahasa Indonesia memiliki tata bahasa yang lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa Inggris, Prancis, atau bahasa lainnya, yang memiliki kata-kata ortografi dan kata-kata yang rumit. Ini adalah salah satu bahasa yang sangat transparan yang memiliki sistem fonologi sederhana antara bahasa tulisan dan lisan. Dalam bahasa Indonesia, hampir setiap grafem dikaitkan dengan fonem. Sifat bahasa ini mungkin memudahkan seseorang yang belajar membaca teks dalam Bahasa Indonesia. Asumsi ini didukung oleh temuan awal sebuah yang dilakukan oleh studi Widjaja dan Winskel (2004). Mereka menyelidiki kesadaran fonologis dan pembacaan kata-kata siswa sekolah dasar di Indonesia dan menemukan bahwa urutan perolehan keterampilan kesadaran fonologis Bahasa Indonesia berbeda dibandingkan dengan Bahasa Inggris. Mereka berpendapat bahwa hal itu mencerminkan karakteristik Bahasa Indonesia, baik bahasa lisan dan hubungan antara bahasa lisan dan ortografinya. Smythe and Salter (dalam Smytheet.al., 2004) mengemukakan bahwa manifestasi disleksia tidak hanya berhubungan dengan profil kognitif, manifestasi disleksia juga berhubungan dengan bahasa yang digunakan.

Mengingat hubungan auditory processing (Ga) dengan beberapa ketidakmampuan belajar yang dijelaskan di atas, pengembangan AJT CogTest melihat kemampuan dalam hal proses auditori merupakan kemampuan yang penting untuk diukur dalam tes kecerdasan AJT. Narrow ability yang dianggap penting untuk dinilai dalam tes kecerdasan AJT seperti yang kami sebutkan di atas berdasarkan temuan penelitian adalah: sound pattern (UM), speech sound discrimination (US), dan resistance to auditory stimulus distortion (UR). Narrow ability yang dipilih dianggap akan dapat menggambarkan hubungan antara auditory processing dengan keterampilan akademis tertentu untuk anak usia 4 – 18 tahun.